Dua ibu rumah tangga masing-masing memiliki anggaran Rp 15.000 dan Rp 20.000 untuk berbelanja ke pasar, sementara ada seorang politisi yang mampu membeli buku hingga jutaan rupiah per bulan.
"Kita punya uang pas-pasan untuk membeli bawang lombok, tomat, kangkung," tutur Kristin yang memiliki dua anak.
Adapun Monik hanya membeli kangkung dan tomat. Sisa uang belanja itu digunakan untuk ongkos transportasi anaknya ke sekolah.
Dia menambahkan belanja ke pasar paling sering dua atau tiga kali sebulan.
Mereka mengaku jarang membeli lauk pauk karena memang tidak ada uang.
"Tahu toh kalau kami makan itu dengan ukuran dua tiga gelas beras per hari untuk lima orang," kata Monik.
"Tahu toh kalau kami makan itu dengan ukuran dua-tiga gelas beras per hari untuk lima orang."
Ibu Monik
Politisi ini sekarang mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI dari Partai PKNU, setelah menjadi wakil rakyat daerah untuk dua masa jabatan lewat PKB.
Sebelum menjadi anggota DPRD, Fathor Rasjid adalah seorang guru.
"Dunia politik rasanya pas. Ada mirip-mirip dengan unsur pendidikan yaitu unsur yang mencerdaskan banyak orang. Bedanyakalau politisi mungkin sering terima komisi, kalau guru tidak ada komisinya barangkali," kata Fathor.
Dari penghasilan sebagai wakil rakyat dan usaha SPBU, dia bisa membeli buku hingga jutaan rupiah per bulan.
Selain itu, politisi ini juga menampung sekitar 100 anak yatim yang segala keperluannya ditanggung.
Ketimpangan sosial
Kisah ketua DPRD Jawa Timur, Fathor Rasjid dan dua ibu rumah tangga di Nusa Tenggara Timur di bagian awal tadi mungkin bisa digunakan untuk menggambarkan jurang antara kaum papa dan kaum kaya.
Koordinator Konsorsium Kemiskinan Kota, Wardah Hafidz mengatakan ketimpangan sosial di Indonesia saat ini sangat lebar.
Akan tetapi berdasarkan survei, kata Kepala Divisi Analisa Statistik, Badan Pusat Statistik, Kecuk Suhariyanto, ketimpangan sosial di Indonesia kecil.
"Posisi Indonesia saat ini sekitar 0,37. Ada ketimpangan tetapi boleh diklasifikasikan masih rendah," jelas Kecuk.
Bagaimanapun, survei BPS ini kesulitan menjangkau rumah tangga yang berada di garis paling atas.
Artinya, ada lapisan masyarakat paling kaya yang tidak terekam dalam survei.
Saat ini pendapatan per kapita penduduk Indonesia sekitar US$ 2.000 atau sekitar Rp 22.000.000.
Tim ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan, Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito berpendapat, angka hasil rata-rata pendapatan orang miskin yang dominan dan orang kaya yang segelintir ini, tidak menyebar.
info: http://www.bbc.co.uk/